My Inner Child

By dewi siti nurfazriah - September 16, 2019


Aku pikir diri ini baik-baik saja. Sebentar! Ya, maksudnya aku sadar bahwa aku tidak bahagia dengan masa kecilku, keluargaku, dan semua yang ada di kehidupan masa laluku. Tapi bagiku itu tidak akan berdampak pada masa kini. Masa dimana aku sudah bahagia dengan keluarga kecilku. Masa dimana aku akan membesarkan anakku dengan baik dan aku yakin bahwa aku tidak akan seperti kedua orangtuaku.

Aku terus menyimpan luka-luka masa kecil ini. Menyimpan dendam. Juga menyimpan amarah terhadap masa lalu. Selalu berbicara pada hati bahwa aku lebih baik, aku lebih baik.

Pada kenyataannya, semua tak seperti yang diharapkan. Aku tak berbeda dengan orangtuaku. Aku menyakiti buah hatiku dengan amarah. Hal itu bahkan sering terjadi saat aku lelah.
Saat itulah aku sadar bahwa ada yang salah dalam diriku ini.

Aku mencari tahu apa yang harus kulakukan. Aku tidak ingin seperti ini. Inner child. Itulah info yang aku dapatkan dari sebuah mesin pencarian. Secara garis besar Innerchild adalah apa-apa yang kita rasakan sejak kita lahir sampai umur kita saat ini. Baik berupa pengalaman yg sadar maupun tidak sadar, yang memberikan emosi positif atau negatif. Inner child yang aku miliki memberikan dampak negatif terhadap aku dan hidupku dan hal yang harus aku lakukan adalah mengobatinya.

Bagaimana caranya? 
Memaafkan. 
Memaafkan semua kejadian di masa lalu. 
Memaafkan semua perbuatan kedua orangtuaku. 
Memaafkan segala kondisi yang terjadi di masa itu. 
Tentu aku tidak terima dengan saran itu
Aku tidak bisa begitu saja memeaafkan semuanya. Semua itulah yang membuat aku menjadi seperti sekarang ini. 
Apakah jika aku memaafkan mereka dengan segala perbuatannya maka mereka akan berubah? 
Apakah jika aku memaafkan mereka maka kejadian itu bisa dipastikan tidak akan terulang lagi? 
Jawabannya, TIDAK! 
Mereka mungkin tidak akan berubah. 
Pun kejadian itu bisa saja terulang lagi. 
Tapi satu hal yang pasti, aku berhak bahagia. Bahagia tanoa harus menyimpan dendam. Bahagia tanpa harus memikul semua rasa sakit hati. 

Aku mulai memejamkan mata. 
Gelap. Samar-samar mulai terbayang sosok mereka juga satu persatu kejadian yang menyakitiku. 
Mataku mulai basah oleh air mata. 
Aku menarik nafas panjang. Mencoba melepaskan segalanya. Mencoba memaafkan semuanya. Mengeluarkan semua perasaan yang membuatku marah. 
Perlahan hati ini mulai tenang. Lega rasanya saat aku bisa mengeluarkan semua sampah emosi di dalam tubuh ini. Badanku terasa ringan membuatku merasa menjadi oribadi yang baru. Layaknya kertas putih yang siap untuk diisi. Diisi dengan sebuah kisah yang baru. Kisah yang lebih berarti dan menyenangkan. 
  


  • Share:

You Might Also Like

0 komentar